Kamis, 13 November 2008

Penelitian Gelatin dari tulang Bandeng

ABSTRAK

Tulang ikan bandeng merupakan by-product perikanan yang dapat diperoleh dari industri pengolahan ikan. Selama ini tulang ikan bandeng masih belum termanfaatkan. Guna meningkatkan nilai ekonominya tulang ikan bandeng berpotensi sebagai bahan baku pembuatan gelatin halal. Gelatin yang beredar dipasaran, mayoritas terbuat dari tulang dan kulit sapi ataupun babi. Bagi umat muslim, perlu mewaspadai perihal kehalalan gelatin tersebut. Sebagai alternatifnya dapat digunakan tulang dan kulit ikan yang sudah jelas kehalalannya sebagai bahan baku pembuatan gelatin. Gelatin merupakan hasil hidrolisis parsial kolagen yang diperoleh melalui ekstraksi dalam air panas yang dikombinasikan dengan perlakuan asam atau basa. Gelatin dapat berfungsi sebagai pengemulsi (emulsifier) dan penstabil (stabilizer) dalam sistem emulsi. Gelatin dapat dimanfaatkan dalam berbagai produk pangan maupun non pangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari salah satu alternatif pembuatan gelatin halal dengan pemanfaatan tulang ikan bandeng yaitu sebagai bahan baku dengan proses asam, serta mengetahui konsentrasi asam sitrat dan lama perendaman optimum terhadap produksi dan karakteristik gelatin yang dihasilkan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah yang pertama penentuan konsentrasi asam sitrat optimum dengan variasi konsentrasi 1 %, 3 %, 5 %, 7 % dan 9 %. Kedua adalah penentuan lama perendaman optimum menggunakan konsentrasi optimum hasil penelitian dengan variasi waktu 12 jam, 24 jam, 32 jam, 48 jam dan 60 jam. Karakterisasi gelatin dilakukan dengan menentukan beberapa sifat fisik maupun kimia gelatin. Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kekuatan gel, titik leleh, warna, aroma dan rasa. Identifikasi gugus fungsi gelatin dilakukan pada sample terbaik menggunakan Spektroskopi FT-IR. Data hasil uji sifat-sifat gelatin yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Untuk menentukan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan metode de garmo.
Konsentrasi optimum asam sitrat untuk ekstraksi gelatin adalah 9 % dengan lama perendaman 48 jam. Gelatin yang dihasilkan memiliki kadar air sebesar 6,68 %, kadar abu 0,033 %, kadar protein 9,56 %, titik leleh 71,83 oC, kekuatan gel 38,72 mm/g.dt, warna 4,23, aroma 3,0 dan rasa 2,88 dengan rendemen sebesar 9,74 %. Berdasarkan spektra FT-IR gelatin tulang ikan bandeng, gugus fungsi yang dapat diidentifikasi diantaranya adalah gugus O–H, N–H, C–N, C=O & C–H.

Rabu, 24 September 2008

Buku Gelatin

Di Indonesia, gelatin masih merupakan barang impor, negara pengimpor utama adalah Eropa dan Amerika. Menurut data BPS 1997, secara umum terjadi pemanfaatan gelatin secara besar-besaran dalam industri pangan dan farmasi. Menurut data SKW biosystem, penggunaan gelatin dalam industri non pangan sejumlah 100.000 metrics ton digunakan pada industri pembuatan film foto sebanyak 27.000 ton, untuk kapsul lunak sebanyak 22.600 ton, untuk produksi cangkang capsul (hard capsul) sebanyak 20.200 ton serta dalam dunia farmasi dan teknis sebanyak 12.000 ton dan 6.000 ton.
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya (kulit) dan ikan (kulit). Karena gelatin merupakan produk alami, maka diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan.
Meskipun gelatin halal boleh diperoleh dari kulit lembu atau kerbau tetapi ia tidak menguntungkan dari segi ekonomi karena kulit lembu atau kambing secara komersialnya lebih menguntungkan dalam industri barang kulit dan kebanyakan kulit babi digunakan untuk membuat gelatin. Gelatin yang dihasilkan dari kulit babi juga dikatakan lebih bermutu tinggi dan mudah dihasilkan. Berdasarkan laporan di pasaran, gelatin dunia pada tahun 2003, bahan mentah yang digunakan untuk membuat gelatin adalah 42.4% daripada kulit babi, 29.3% dari kulit lembu, 27.65% dari tulang dan dari sumber lain sebanyak 0.7%. Melalui laporan ini jelaslah bahwa penggunaan kulit babi adalah begitu tinggi dibanding sumber-sumber lain. Adakah kita mengetahui tentang masalah ini dan apakah tindakan yang harus kita ambil sebagai konsumen muslim? Sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W “Yang Halal itu sudah jelas, dan yang Haram pun sudah jelas, dan antara kedua hal tersebut terdapat yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa yang berhati-hati dari perkara syubhat, sebenarnya ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya..... (H.R Muslim)”.


Dalam Alqur’an juga disebutkan dalam surat Almaidah ayat 88 yang berbunyi :
       •      
88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Ketika teknologi pangan belum berkembang seperti saat ini, dimana tidak ada atau tidak banyak makanan dan minuman olahan yang beredar, masalah halal dan haramnya makanan dan minuman relatif tidak serumit sekarang. Walaupun dari segi syar’i permasalahan selalu ada, terutama karena adanya perbedaan pendapat di antara para ulama. Meskipun demikian, perbedaan pendapat tersebut relatif tidak banyak dan relatif lebih mudah dipecahkan. Lain halnya pada keadaan sekarang, dimana teknologi telah berkembang sedemikian rupa sehingga hal-hal yang dulunya tidak ada menjadi ada dengan bantuan teknologi. Sebagai contoh, dahulu orang membuat roti cukup dengan menggunakan bahan dasar terigu, ragi dan air. Akan tetapi, sekarang tidak cukup hanya dengan bahan utama itu saja, tetapi perlu ada tambahan bahan lainnya yang disebut dengan bahan tambahan makanan seperti shortening (mentega putih), perisa atau flavor (bahan untuk menimbulkan aroma dan rasa tertentu), anticacking agent dan gelling agent (gelatin). Di antara bahan-bahan tambahan tersebut banyak yang bagi orang awam tidak mengetahui asal usulnya, akan tetapi bagi ahlinya telah diketahui bahwa di antara bahan tambahan makanan tersebut (contoh gelatin) ada yang diekstrak dari tulang/ kulit babi. Sehingga, diperlukan usaha yang sangat keras untuk mengetahui mana yang halal (tidak mengandung unsur babi) dan mana yang tidak halal. Itu baru satu contoh permasalahan saja, bisa dibayangkan apabila masalah asal bahan dikaitkan dengan bahan-bahan dari hewan lainnya (sapi, kambing, kerbau, ayam) yang tidak disembelih dengan persyaratan syariat Islam, tentu akan lebih rumit lagi. Juga jika dikaitkan dengan cara penyembelihannya, akan menambah pula kerumitan permasalahan.
Datangnya era globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Hal ini akan membawa konsekuensi banyak makanan dan minuman impor baik yang jelas keharamannya atau yang tidak jelas keharamannya beredar di tengah-tengah kita. Ditambah lagi, banyak sekali bahan utama dan bahan tambahan makanan yang harus diimpor untuk memproduksi bahan pangan olahan di dalam negeri, dimana telah digambarkan di atas bahwa tidak mudah mengenali asal bahan tersebut, dengan kata lain tidak mudah menentukan kehalalan bahan tersebut. Dengan demikian, apabila tidak ada jaminan kehalalan suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit sekali bagi orang awam untuk memilih mana makanan dan minuman yang halal dan mana yang haram. Untuk itulah diperlukan adanya peraturan dan pengaturan yang jelas, yang menjamin kehalalan suatu bahan atau produk pangan. Di samping itu, umat Islam perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang masalah ini, bahkan para ulama harus bekerjasama dengan para ilmuwan dalam menentukan kehalalan suatu bahan atau produk pangan mengingat permasalahan ini memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai asal usul bahan itu sendiri di samping pengetahuan hukum Fiqih.
Pada tulisan ini penulis akan memberikan gambaran bagaimana mengenali bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi gelatin secara halal dalam kaitannya dengan penggunaannya dalam teknologi pangan dan membahas pula masalah kehalalan yaitu kaitannya Antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi.

Malang, Mei 2008




Akyunul Jannah,S.Si,M.P

Buku ini akan diterbitkan di UIN Press. Silahkan baca ya